Pages

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

18 April 2012

Jodohku

"
"Mama bermimpi lho...." Katanya padaku saat berdiri di pintu kamar.
"Mimpi apa?"kataku sambil menatap ke arah beliau, setelah sebelumnya sibuk dengan tulisan yang harus di ketik.
Mama duduk mendekat di pingir tempat tidur beralas seprei biru. Dua jengkal dari arahku. "Mama bermimpi kamu mendapatkan lelaki tampan, mapan dan hidup bahagia, serta punya mertua yang sayang" Tentang jodoh lagi batinku. Aku tersenyum.
"Amiiiiiiin." Jawabku singkat penuh pengharapan, mimpi itu menjadi kenyataan. Kenyataan yang menyenangkan. Semoga. 
"Ayo cari." Berlalu dari kamar, memunggungiku. Seakan menegaskan, Lihat usiamu sudah kepala dua De atau Beliau sudah tidak sabar mendapatkan mantu lagi, menimang cucu. Batinku meringgis. Aku lantas tenggelam dengan tulisan - tulisan yang harus ku ketik segera.


Jodoh. Ya, aku memang memikirkannya itu. Namun, Aku tak ingin pusing dengan urusan cinta. Aku mengenal kepribadian pria dari saudara - saudara lelakiku dan bapak. Selebihnya tidak. Paling melihat gelagat pria yang mendekat, menggoda dan semacamnya. Aku binggung dengan urusan cinta yang memandang segalanya indah, bukan karena aku tak menyukai keindahan atau membenci sebuah cinta atau aku pernah merasakan sakit hati yang sangat karenanya. Bukan itu maksudku. Sesuatu yang Ah.. bagaimana caraku menjelaskannya ya? Mungkin tangki cintaku penuh dalam keluarga sehingga aku tak perlu merasa isi ulang keluar, ke seorang pemuda. "Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan,berupa perempuan-perempuan,anak-anak, harta benda yang bertempuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan disisi Allah lah tempat kembali yang baik” (Ali- ‘imran 114)
Prinsipku ialah selama cintanya itu belum tersentuh dalam pelaminan, tak ada yang namanya cinta sebenarnya. Jadi soal rasa cinta yang datang, biarlah itu ada, karena kita memang mahluk pencinta. Kalau sudah waktunya, jadikan cinta itu halal dimataNya. Mengarungi yang namanya biduk rumah tangga. 

Sudah lama, aku menyerahkan urusan itu padaNya. Bukan. Bukan berarti urusan lainnya aku tak menyerahkan padaNya. Lebih memprioritaskan, urusan Jodoh, Hak PrerogatifNya. Walau tanpa dimintapun memang Dia yang telah menakdirkan ini semua. Tugasku hanyalah memastikan diriku untuk memantaskan diri di hadapanNya. Dan hal ini masih terus belajar. Kenapa mesti memantaskan diri? Kenapa tidak langsung memikat, toh urusannya gampang kan? Mungkin sebagian lain akan mengatakan hal itu. Dan mungkin sebagian lainnya mengetahui memang semestinya harus seperti itu. Memahami maksudku. 
"Lelaki yang baik akan berdampingan dengan perempuan yang baik" 
"Urusan menikah, urusan keturunan." Keturunan yang baik menghasilkan generasi masa depan yang berkualitas.
"Jodoh aku bernilai 9, sedangkan aku masih bernilai 6, apa mungkin bisa dipertemukan?" Dengan memantaskan diri itulah caranya. 

**
Aku pernah membayangkan ini, saat dipertemukan jodohku nanti, aku kelak akan memintanya sesuatu. Tepat di acara pernikahan kami, akan ku minta ia, membaca lantunan ayat cintaNya, surat An Nur : 30

قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
Artinya : “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". (QS. An Nuur : 30)


"
"Mama bermimpi lho...." Katanya padaku saat berdiri di pintu kamar.
"Mimpi apa?"kataku sambil menatap ke arah beliau, setelah sebelumnya sibuk dengan tulisan yang harus di ketik.
Mama duduk mendekat di pingir tempat tidur beralas seprei biru. Dua jengkal dari arahku. "Mama bermimpi kamu mendapatkan lelaki tampan, mapan dan hidup bahagia, serta punya mertua yang sayang" Tentang jodoh lagi batinku. Aku tersenyum.
"Amiiiiiiin." Jawabku singkat penuh pengharapan, mimpi itu menjadi kenyataan. Kenyataan yang menyenangkan. Semoga. 
"Ayo cari." Berlalu dari kamar, memunggungiku. Seakan menegaskan, Lihat usiamu sudah kepala dua De atau Beliau sudah tidak sabar mendapatkan mantu lagi, menimang cucu. Batinku meringgis. Aku lantas tenggelam dengan tulisan - tulisan yang harus ku ketik segera.


Jodoh. Ya, aku memang memikirkannya itu. Namun, Aku tak ingin pusing dengan urusan cinta. Aku mengenal kepribadian pria dari saudara - saudara lelakiku dan bapak. Selebihnya tidak. Paling melihat gelagat pria yang mendekat, menggoda dan semacamnya. Aku binggung dengan urusan cinta yang memandang segalanya indah, bukan karena aku tak menyukai keindahan atau membenci sebuah cinta atau aku pernah merasakan sakit hati yang sangat karenanya. Bukan itu maksudku. Sesuatu yang Ah.. bagaimana caraku menjelaskannya ya? Mungkin tangki cintaku penuh dalam keluarga sehingga aku tak perlu merasa isi ulang keluar, ke seorang pemuda. "Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan,berupa perempuan-perempuan,anak-anak, harta benda yang bertempuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan disisi Allah lah tempat kembali yang baik” (Ali- ‘imran 114)
Prinsipku ialah selama cintanya itu belum tersentuh dalam pelaminan, tak ada yang namanya cinta sebenarnya. Jadi soal rasa cinta yang datang, biarlah itu ada, karena kita memang mahluk pencinta. Kalau sudah waktunya, jadikan cinta itu halal dimataNya. Mengarungi yang namanya biduk rumah tangga. 

Sudah lama, aku menyerahkan urusan itu padaNya. Bukan. Bukan berarti urusan lainnya aku tak menyerahkan padaNya. Lebih memprioritaskan, urusan Jodoh, Hak PrerogatifNya. Walau tanpa dimintapun memang Dia yang telah menakdirkan ini semua. Tugasku hanyalah memastikan diriku untuk memantaskan diri di hadapanNya. Dan hal ini masih terus belajar. Kenapa mesti memantaskan diri? Kenapa tidak langsung memikat, toh urusannya gampang kan? Mungkin sebagian lain akan mengatakan hal itu. Dan mungkin sebagian lainnya mengetahui memang semestinya harus seperti itu. Memahami maksudku. 
"Lelaki yang baik akan berdampingan dengan perempuan yang baik" 
"Urusan menikah, urusan keturunan." Keturunan yang baik menghasilkan generasi masa depan yang berkualitas.
"Jodoh aku bernilai 9, sedangkan aku masih bernilai 6, apa mungkin bisa dipertemukan?" Dengan memantaskan diri itulah caranya. 

**
Aku pernah membayangkan ini, saat dipertemukan jodohku nanti, aku kelak akan memintanya sesuatu. Tepat di acara pernikahan kami, akan ku minta ia, membaca lantunan ayat cintaNya, surat An Nur : 30

قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
Artinya : “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". (QS. An Nuur : 30)


0 komentar: